Mita
memasuki ruang kelas dengan wajah yang ceria. Hari yang baru di kelas yang
baru. Tak terasa waktu berlalu sangat cepat. Kini Mita telah duduk di kelas XI.
Seminggu lamanya ia merefleksikan otaknya yang diperas habis-habisan karena
ujian semester kenaikan kelas, dan sekarang ia telah siap memulai kegiatan
belajar dengan semangat yang baru. Kedua bola matanya tampak menikmati suasana
ramai di kelas, mungkin para guru memberikan sedikit kelonggaran kepada
muridnya karena hari ini adalah hari pertama masuk kelas setelah libur kenaikan
kelas. Tiba-tiba kedua bola matanya terpaku pada seorang cowok yang sedang
duduk sendirian di pojok kelas. Ia mengenalnya, sangat mengenalnya. Ia sama
sekali tak menyangka ia akan berada dalam satu kelas lagi dengan cowok yang di
kenal dengan nama Bima itu. Bima terlihat begitu serius dengan buru-buru yang
dibacanya. Entah buku apa yang membuatnya begitu acuh dengan sekitarnya.
“Hoi!” tegur Tasya dengan
suara yang mengagetkan. Pikirannya yang menjelajah dipaksa kembali ke dunia
nyata.
“Apaan sih? Ngagetin aja!”
Mita menoleh kaget pada sahabatnya itu. Ia terlihat kesal pada Tasya karena
sudah membangunkan lamunanya.
“Abisnya, mata kamu tuh
hampir copot gara-gara lihatin Bima melulu dari tadi! Dari pada lihatin Bima melulu,
lebih baik samperin sana orangnya!” ucap Tasya sambil melirik.
“Apaan sih? Enggak kok!
Siapa juga yang lihatin Bima?” kilah Bima dengan wajah yang merona.
“Apaan yang enggak? Udah deh
samperin sana! Dari pada nyesel nanti! Makanya jadi orang jangan pemalu banget,
Non!” celoteh Tasya. Tangannya tak henti-hentinya mendorong pelan tangan Mita,
menyuruhnya untuk segera menghampiri Bima.
Sejak masuk SMA ini,
perhatian Mita hanya tertuju kepada Bima. Wajahnya yang tampan dan tubuhnya
yang tinggi semampai mebuat para cewek berlomba-lomba enarik perhatiannya.
Tetapi bukan faktor itu yang membuat Mita mampu memandangnya selama berjam-jam,
melainkan karena sebuah kacamata yang selalu bertengger di batang hidungnya.
Baginya dengan memakai kacamata, Bima terlihat sangat teduh.
Setelah Mita bisa
mengendalikan jantungnya yang terus berdetak kencang, akhirnya ia memberanikan
diri untuk menghampiri Bia seperti yang dikatakan Tasya sahabatnya itu.
“Lagi baca apa? Kelihatannya
asyik banget,” sapa Mita gugup.
Bima yang asyik membaca buku
pun langsung mengangkat wajahnya dan menatap Mita. Mita langsung gelagapan.
Jantungnya kembali berdetak kencang. Wajahnya pun seketika merona. Bima menatapnya
bingung, “Kamu nggak apa-apa, kan? Kok mukamu merah begitu? Kamu sakit? Apa
perlu aku antar ke UKS?”
Tasya tertegun mendengarnya.
Hah, Bima mau nganterin aku ke UKS? Mimpi
apa aku kemarin? Batinnya senang. Mita hanya bisa menggeleng pelan.
Tiba-tiba saja mulutnya terasa kaku. Tak sepatah kata pun berhasil ia keluarkan
dari mulutnya.
“Kamu beneran nggak
apa-apa?” tanyanya kembali. Kali ini ada sedikit kecemasan yang terpancar di
wajahnya.
“Aku nggak apa-apa kok! Maaf
ya, sudah ganggu kamu! Aku ke sana dulu!” buru-buru Mita kembali ke bangkunya
yang berada tepat di sebelah Tasya.
***
Sejak saat itu Mita akhirnya
berhasil berteman dengan Bima. Mita yang selama ini hanya bisa memandangnya
dari jauh, akhirnya bisa mengobrol dengannya dari jarak yang begitu dekat.
Sebenarnya Mita tak mau berharap lebih dari sekedar teman. Baginya bisa menjadi
temannya saja sudah cukup membuatnya bahagia. Tapi sudah beberapa kali Mita
melihat Bima menatapnya. Ketika ia menatap balik Bima, Bima tersenyum dan
memalingkan wajahnya begitu saja. Hal itu membuat jantungnya seketika berdetak
cepat.
“Ngomong sana sama Bima
kalau kamu suka sama dia!” ucap Tasya tiba-tiba.
Mita melotot. Sembarangan
banget nih anak ngomongnya! Mengatakan suka sama Bima sama aja aku bunuh diri.
Pastilah aku ditolak sama dia. Nggak lihat apa cewek-cewek yang mendekatinya
pada cantik-cantik semua? Sudah bisa dipastikan aku bakalan ditolak sama dia!
Batinnya.
“Kamu gila ya? Nggak mikir
apa?” seru Mita ketus.
Tetapi Tasya sepertinya
tidak peduli, “Dari pada dipendam! Nanti nyesel loh Bima diambil orang. Cowok
ganteng kaya gitu kan banyak yang suka.”
Perkataan Tasya kali ini
benar-benar mengusik pikirannya. Benar juga kata Tasya. Andai saja Bima tahu
perasaanku, apa ia mau menerimaku? Pikirnya resah.
***
Hari ini Bima ulang tahun.
Mita sengaja datang pagi-pagi sekali. Ia sudah menyiapkan kado spesial
untuknya. Senyumnya terus mengembang di bibirnya yang mungil. Ia sudah tak
sabar untuk memberikannya pada Bima sepulang sekolah nanti. Ia pun menyimpannya
baik-baik di laci mejanya.
Satu persatu para penghuni
kelas menempati bangku mereka. Mita merasa aneh karena Tasya sahabatnya itu
belum juga datang. Padahal Tasya selalu tiba di sekolah pagi sekali ketika
ruang kelas hanya terisi oleh beberapa murid, tapi pagi ini ia belum juga
menampakkan batang hidungnya. Mita merasa bosan karena Tasya belum juga datang,
di tambah lagi Bima pujaan hatinya pun juga belum datang.
Mita keliling di sekitar
sekolah mencari Tasya. Tiba-tiba saja langkah kaki Mita terhenti. Kedua bola
matanya terpaku menatap pemandangan yang ada di depan matanya saat ini. Mita
sungguh shock melihat Bima sedang duduk berhadapan dengan Tasya. Mereka
terlihat sangat akrab satu sama lain dan bahkan tawa riang terselip diantara
percakapan mereka. Ita tak tahan lagi melihatnya. Ia langsung pergi
meninggalkan mereka.
Sesampainya di kelas, Mita
duduk termenung. Ia terlihat sangat kacau. Pikirannya sejak tadi terus
menerka-nerka. Ia menatap kado di tangannya. Kenapa kau bisa berduaan dengan
Bima? Apa hubunganmu dengan Bima, Tas? Apa kau juga menyukainya? Pikirnya
resah.
“Apa itu, Mit?” tanya Tasya
lalu duduk di sebelah Mita.
Mita cepat-cepat
menyembunyikannya di laci meja dan menutupnya dengan tas ranselnya. “Bukan
apa-apa kok!”
Tasya menatap Mita dengan
menyelidik, “Beneran bukan apa-apa? Tapi kok bentuknya
seperti kado?”
Mita
menatap Tasya dingin, “Beneran. Ini bukan apa-apa!”
Tasya
menatap aneh pada Mita. Perilaku Mita hari ini benar-benar aneh, tak seperti
biasanya. mita bersikap dingin pada Tasya. Ia hanya bicara bila ada hal yang
penting. Sepanjang hari Tasya tak melihat Mita mengobrol dengan Bima, bahkan ia
terlihat berusaha menghindarinya. Sikap Mita hari ini benar-benar membuat Tasya
bingung.
***
Beberapa
hari ini sikap Mita semakin menjadi-jadi. Mita seperti menjaga jarak dengan Tasya dan Bima.
Bahkan telepon dari Bima yang biasanya selalu buru-buru ia angkat pun dibiarkan
berdering begitu saja. Baik Tasya maupun Bima sama-sama dibuat bingung oleh
Mita.
Bel sekolah tanda pulang
telah berbunyi. Mita cepat-cepat memasukkan bukunya ke dalam tas dann bergegas
keluar kelas. Tetapi, ketika Mita hendak keluar dari gerbang sekolah, tiba-tiba
saja Bima datang dan mencegatnya.
“Mit, aku mau bicara sama
kamu!”
Mita menjadi canggung dan
tak tahu harus berbuat apa sekarang. Kenapa sih dia ada di sini? Ku harus
bagaimana sekarang? Pikirnya sebal sekaligus bingung.
“Mit!” panggilnya dengan
nada yang agak tinggi.
Mita langsung menatap Bima.
Ia terlihat sangat bingung. “Kenapa, Bim?”
“Aku mau bicara sama kamu!
Hm, kita ngobrolnya di taman aja, ya?”
“Nggak usah! Di sini aja! Aku
lagi buru-buru,” jawab Mita cuek.
Terlihat jelas di matanya
Bima terlihat sangat gugup dan gelisah. Mita sendiri deg-degan dibuatnya. Ia
terus saja mengatur napasnya, berharap agar detak jantungnya kembali normal.
“Sebenarnya beberapa hari
ini kamu kenapa? Kulihat kamu sepertinya menjauhiku. Apa kamu marah sama aku?”
tanya Bima memulai pembicaraan.
“Nggak kok. Kenapa juga aku
harus marah sama kamu?” jawab Mita ketus.
“Sebenarnya... aku mau
bilang kalau aku itu...”
“Aku itu apa?” potong Mita
jutek.
Bima menatap lekat mata Mita
dan dengan suara bergetar Bima berkata, “Aku suka sama kamu, Mit.”
Mita langsung terdiam. Ia
sulit mempercayai pendengarannya sendiri. “Kamu suka sama aku? Apa aku nggak
dengar?”
Bima tersenyum, “Kamu nggak
salah dengar kok, Mit. Sejak pertama kau menghampiriku, aku sudah suka sama
kamu.”
Wajah Mita merona seketika. “Tapi...
aku lihat kamu dan Tasya....”
“Pantesan sikap kamu aneh
begitu sama aku, ternyata gara-gara itu!” ucap Tasya tiba-tiba.
Mita menoleh kaget begitu
mendengar suara Tasya yang sudah muncul di belakangnya. Ia lalu berdiri di
sebelah Mita, “Aku sama Bima lagi membicarakan kamu, Non. Dia ingin menyatakan
perasaannya sama kamu.”
Wajah Mita semakin merona.
Ia malu sudah berpikir negatif terhadap Bima dan Tasya sahabatnya sendiri.
“Jadi, jawabannya apa, Mit?”
tanya Mita penuh harap.
Mita tertunduk, “Aku juga
suka sama kamu, Bim.” Hatinya sekarang berbunga-bunga. Ternyata perasaannya
selama ini disambut baik oleh Bima.
“Cieee... yang baru
jadian...,” goda Tasya membuat Bima dan Mita malu.
“Ayo pulang!” kilah Bima
llau menggandeng tangan Mita. Mita mengikuti Bima dengan wajah yang bahagia.
Tasya
geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya. Ia pun segera mempercepat
langkah kakinya menyusul Bima dan Mita yang semakin jauh meninggalkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar