Sabtu, 12 Agustus 2017

Cerita Mini





PRIA DI TEPI DANAU
Pria itu selalu duduk di tepi danau. Aku perkirakan umurnya sekitar 50-60 tahun. Sudah seminggu aku melihatnya di tepi danau. Tatapan matanya begitu hampa. Dia sama sekali tak terganggu dengan ramainya para pengunjung yang datang. Dia tetap diam dan terus menatap danau yang hening. Dia tersenyum tapi tatapan matanya tetap saja hampa, seakan mengatakan sesuatu ke arah danau. Ingin sekali kusapa dia, tapi aku ragu. Ada rasa takut yang tiba-tiba menyergapku, menahanku untuk melakukannya.
Hari ini aku kembali lagi ke danau. Tak seperti hari-hari sebelumnya yang ramai dengan pengunjung, hari ini tak banyak pengunjung yang datang. Kali ini aku sama sekali tak menemukan sosok pria itu di sana. Yang kudapati hanyalah beberapa pengunjung yang berkerumun di tempat pria itu biasa duduk. Aku mulai penasaran dan berjalan menuju kerumunan itu. Salah satu pengunjung lalu bercerita tentang peristiwa yang baru saja terjadi. Pria itu ditemukan tenggelam di danau. Di duga dia sengaja menenggelamkan dirinya. Aku tiba-tiba teringat saat dia tersenyum dengan tatapan matanya yang hampa. Dia seakan berkata ke arah danau, “Aku datang!”

Kamis, 10 Agustus 2017

Valentine



VALENTINE
Kedua mata Nela tak pernah lepas dari segala gerak-gerik seorang cowok yang bernama Nasrul. Apapun kegiatan yang Nasrul lakukan di sekolah, Nela pasti tahu dan menatapnya dari jarak yang dapat dibilang cukup jauh. Sejak pertama masuk SMA, perhatian Nela selalu tertuju padanya. Bahkan bayangan dirinya pun selalu saja menghantui pikiran Nela.

Beberapa hari lagi adalah hari valentine. Kebanyakan orang pasti akan merayakannya, terutama bagi pasangan muda-mudi. Di hari yang istimewa itu, mereka akan saling menukar kado sebagai tanda kasih sayang. Kadang Nela merasa iri pada teman-temannya yang sudah mempunyai pacar. Tapi di hari valentine ini, dia membulatkan tekadnya untuk menyatakan perasaannya pada Nasrul.

***

Bel sekolah tanda pulang telah berbunyi nyaring. Seperti hari-hari biasanya, Nela pulang bersama Tasya. Tiba-tiba saja langkah kaki Nela terhenti. Kedua bola matanya terpaku menatap pemandangan yang ada di depan matanya saat ini. Nela sungguh shock melihat Nasrul berboncengan dengan seorang cewek. Mereka terlihat begitu mesra.

“Nel, sebaiknya kamu lupakan saja Nasrul! Masih banyak kok cowok yang lebih tampan dari dia,” ucap Tasya tiba-tiba.

Nela menoleh aget ke arah Tasya. Tak biasanya Tasya berkata seperti itu padanya. Biasanya Tasya yang paling semangat meminta dirinya untuk mengatakan perasaannya kepada Nasrul. Tapi tidak hari ini. Wajahnya kini menatap sedih ke arah Nela.

“Maaf ya, Nel! Bukannya aku tidak mendukung lagi perasaanmu pada Nasrul, tapi dari gosip-gosip yang kudengar...”

“Gosip apaan?” potong Nela bingung dan juga penasaran.

Tasya menatap khawatir pada sahabatnya itu. Dia tak tega untuk memberitahukannya pada Nela. Tapi apa boleh buat, Nela sudah terlanjur melihat pujaan hatinya dengan cewek lain. Tasya pun menghembuskan napas berat dan berkata, “Dari gosip yang kudengar, Nasrul sudah punya pacar. Namanya Citra, adik kelas kita yang baru masuk. Katanya sih dia cantik dan pintar, makanya Nasrul suka sama dia.”

Nela terdiam. Pikirannya sangat kacau. Sedih, kecewa, dan menyesal karena terlambat untuk memberitahukan perasaannya kepada Nasrul, semuanya bercampur aduk di dalam hatinya. Tanpa sadar butir-butir air mata menetes di kedua pipinya.

“Maaf ya, Nel! Sebenarnya aku nggak mau mengatakan ini sama kamu, tapi daripada kamu semakin suka dan susah melupakannya, lebih baik kubilang sekarang,” ungkap Tasya semakin khawatir.

“Aku nggak apa-apa,” jawab nela mencoba untuk tenang. Dia segera menghapur air matanya. “Ayo pulang!”

Tasya menurut saja. Dia berjalan mengikuti langkah Nela. Tak sepatah kata pun yang berani keluar dari mulutnya. Dia merasa bersalah pada Nela. Menurutnya ini lebih baik bagi Nela, daripada perasaannya semakin dalam dan akhirnya susah untuk melupakan Nasrul.

***

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Beberapa penghuni kelas secara terang-terangan memberikan kado spesial untuk para pasangannya. Nela terlihat sangat murung. Kado yang susah payah dia buat akhirnya tak jadi diberikan kepada Nasrul.  Dia juga mengurungkan niatnya untuk menyatakan perasannya yang sebenarnya. Dia tak mau menjadi pengganngu bagi hubungan Nasrul dan Citra.

Semakin hari Nasrul dan Citra terlihat semakin mesra. Nasrul bahkan tak segan-segan mengelus lembut rambut Citra. Hal itu membuat hati Nela semakin sakit. Walaupun Nela berusaha untuk melupakan sosok Nasrul dalam pikirannya, tapi hatinya masih tertuju padanya.

Bel sekolah tanda pulang telah berbunyi nyaring. Semua penghuni sekolah berbondong-bondong menuju pintu gerbang sekolah. Hari ini Nela terpaksa pulang sendirian. Tasya dengan senangnya dijemput oleh pacarnya. Nela melangkahkan kakinya dengan gontai. Tetapi, ketika hendak keluar dari gerbang sekolah, tiba-tiba saja Nasrul dan Citra mencegatnya.

“Hai, bisa bicara sebentar?” tanya Nasrul tiba-tiba.

Nela menjadi canggung. Dia tak tahu harus berbuat apa sekarang. Kenapa harus ketemu sama dia sih? Aku harus gimana nih sekarang? Pikirnya resah.

“Hei!” panggil Nasrul menatap aneh.

“Iya, kenapa?” jawab Nela spontan. Dia terlihat sangat gugup.

“Kau Nela kan? Aku sering lihat kamu saat sedang latihan voli,” ucapnya tersenyum.

Nela benar-benar tak tahu harus berbuat apa. Jantungnya sejak tadi terus berdetak cepat. Baru pertama kali dia berhadapan langsung dengan Nasrul, cowok yang sangat disukainya itu.

Nasrul pun terlihat gugup dan gelisah. Nela semakin deg-degan dibuatnya. Tapi Nela tak ingi berpikir macam-macam. Dia sadar bahwa Nasrul sudah menjadi milik gadis lain. Kedua mata Nasrul kini menatapnya lekat. Dengan suara bergetar Nasrul berkata, “Aku menyukaimu, Nel. Kamu mau nggak jadi pacarku?”

Nela menatapnya tak percaya. Dia sulit mempercayai pendengarannya sendiri. “Kamu suka sama aku?”

Nasrul tersenyum. “Iya, aku suka sama kamu. Gimana? Kamu mau nggak jadi pacarku?”

Wajah Nela merona seketika. Hatinya benar-benar sangat senang sekarang. Dia tak menyangka Nasrul menyukainya. Tapi tiba-tiba dia menatap bingung. “Bukannya kau sudah punya pacar? Kenapa kau bilang suka sama aku?”

“Pacar?” tanya balik Nasrul dengan tatapan bingung.

“Bukannya kau pacaran sama Citra? Apa kau mau mempermainkanku?”

Yang ditanya malah tertawa. Begitu pula dengan Citra yang sejak tadi berdiri di samping Nasrul.

“Kak Nela jangan percaya sama gosip itu! Aku dan Kak Nasrul sengaja membuat gosip seperti itu untuk menjauhkan gadis-gadis yang suka mendekati Kakak,” jelas Citra.

“Apa gara-gara gosip ini, akhir-akhir ini kamu jarang menontonku bermain voli di lapangan?” tanya Nasrul.

“Dari mana kau tau aku sering menontonmu?” Nela semakin malu. Wajahnya kembali merona.

“Dari temanmu, Tasya. Tadi pagi dia menghampiriku dan marah-marah. Dia juga mengatakan yang sebenarnya padaku. Gara-gara dia, aku membawa Citra ke sini untuk menjelaskan semuanya padamu. Kenalkan dia adikku, Citra,” jelas Nasrul.

Wajah Nela semakin merona. Dia malu sudah percaya begitu saja gosip yang beredar tanpa menanyakannya dulu kebenarannya. Dia benar-benar merasa sangat malu. Ternyata selama ini, dia sudah cemburu pada Citra yang ternyata adiknya Nasrul.

“Kamu mau kan jadi pacarku?” tanya Nasrul penuh harap.
Nela mengangguk sebagai tanda menerimanya. Nasrul lalu mengambil sebuah kado dari dalam tasnya dan memberikannya pada Nela. Akhirnya di hari valentine ini, Nela mendapat kado istimewa dari cowok yang disukainya. Secara tak langsung semua berkat sahabatnya, Tasya. #ref-menu

Cowok Berkacamata



COWOK BERKACAMATA


HAH! HAH! HAH!
Dengan napas yang terengah-engah, Tiara masuk ke rumahnya dan segera mengunci pintu rumahnya. Tiara masuk dengan perasaan lega. Ia pun kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa hijau yang ada di ruang tengah dan mengatur napasnya yang tak beraturan.
Sudah beberapa hari ini ada seorang cowok mengikuti Tiara. Cowok itu selalu mengenakan jaket hitam dan ada kacamata yang bertengger di batang hidungnya. Awalnya Tiara tak memperdulikannya, mungkin cowok itu hanyalah orang iseng yang tak ada kerjaan. Tapi lama kelamaan, ia merasa tak nyaman. Setiap keluar rumah, ia selalu was-was dan mempercepat langkah kedua kakinya.
Bel sekolah tanda pulang akhirnya berbunyi nyaring. Satu per satu penghuni kelas meninggalkan sekolah. Tiara buru-buru memasukkan bukunya ke dalam tas. Ia melirik ke arah Wina. Terlihat Wina juga masih memasukkan buku-bukunya. Tiara menghembuaskan napas, mengumpulkan keberanian untuk mengajaknya pulang bersama. Sebenarnya Tiara tak begitu akrab dengan Wina. Ia hanya sering berpapasan dengannya lalu diam begitu saja.
“Hai, Win,” sapa Tiara menghampiri Wina.
Wina menoleh kaget ke arah Tiara. Tak biasanya Tiara yang pendiam menyapanya.
“Hai juga,” balasnya tersenyum.
Tiara merasa tak enak dengan Wina. Sudah lama sekelas dengannya, tapi baru kali ini ia menyapanya. “Win, kamu pulang dijemput atau enggak?” tanya Tiara ragu.
“Enggak. Emang kenapa?” jawabnya heran.
“Kamu mau nggak pulang sama aku?”
“Ayo pulang!” Wina lalu beranjak dari bangkunya.
 Tiara merasa heran dengan Wina. Ia tak mau ambil pusing memikirkannya, yang terpenting sekarang Wina mau menemaninya pulang. Setidaknya keberadaan Wina bisa membantunya mengurangi rasa takut dan cemas yang akan muncul nanti.
***
Jarak antara sekolah dengan rumah Tiara tak terlalu jauh. Tiara lebih memilih berjalan kaki setiap berangkat dan pulang sekolah. Wina selalu menoleh ke belakang. Melihat Wina sejak tadi seperti itu, Tiara menggandeng tangan Wina dan mempercepat langkah kakinya.
“Tiara, sepertinya cowok itu ngikutin kita,” bisik Wina ke arah Tiara. Wina kembali menoleh ke belakang. Terlihat cowok berkacamata itu masih mengikuti.
“Tiara, kenapa cepat-cepat sih jalannya? Capek tahu!” tanya Wina menatap aneh. Kedua kakinya masih berjalan cepat mengikuti langkah Tiara.
Kedua langkah kaki Tiara seketika berhenti. Wina pun ikut berhenti. Tiara menoleh ke belakang. Jarak cowok berkacamata itu dengan dirinya masih sangat jauh. Tiara pun mengatur napasnya yang terengah-engah.
“Tiara, sebenarnya ada apa sih? Kok kita jalannya cepat-cepat begini?” tanya Wina bingung.
Tiara menghembuskan napas panjang. “Cowok itu alasannya kenapa aku ngajak kamu pulang,” ucap Tiara takut.
“Maksudmu?” tanya Wina semakin bingung.
“Beberapa hari ini, cowok berkacamata itu selalu mengikutiku,” keluh Tiara,  “Makanya aku ngajak kamu pulang bareng. Aku takut pulang sendiri.”
Wina mengangguk-angguk seperti sedang memahami sesuatu. “Jadi gara-gara cowok itu kamu ngajakin aku pulang bareng?”
Tiara tersenyum malu. Ia lalu menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
“Mungkin saja dia suka sama kamu, Tiara. Bisa saja kan cowok itu pemalu seperti kamu. Mungkin dia ingin kenalan sama kamu, tapi malu,” tebak Wina.
Tiara menoleh ke belakang. Diliriknya jarak cowok berkacamata itu hanya beberapa langkah di belakangnya dan Wina.
“Sayang...”
Suara cowok berkacamata itu membuat Tiara dan Wina kaget. Tiara dan Wina saling menatap bingung. Beberapa detik kemudian cowok berkacamata itu berdiri di hadapan mereka.
“Sayang, kenapa kamu menghindariku? Ayo, pulang! Sebentar lagi kita akan menikah.” Cowok berkacamata itu lalu menarik tangan Tiara dan Wina.
Tiara dan Wina sangat ketakutan. Biasanya cowok berkacamata itu hanya mengikuti Tiara saja. Tapi sekarang cowok berkacamata itu menarik kasar tangannya dan juga Wina. Tiara mencoba melepaskan genggaman tangan cowok berkacamata itu, tapi genggaman tangannya terlalu kuat. Ia pun tak kehabisan akal. Ia segera menginjak kaki cowok berkacamata itu dan menendang keras perutnya. Cowok berkacamata itu menjerit keras. Tanpa sadar ia melepaskan genggaman tangannya. Kesempatan ini tak di sia-siakan oleh Tiara. Ia segera menarik tangan Wina dan berlari sekencang-kencangnya.
***
HAH! HAH! HAH!
Dengan napas tertengah-engah, Tiara mengunci pintu rumahnya. Badannya dan Wina lalu bersandar di balik pintu.
“Gila banget tuh cowok! Kasar banget! Seenaknya aja narik tangan kita. Belum kenal aja udah ngajak nikah. Pantas aja kamu takut sama tuh orang,” seru Wina ketus. Ia kembali mengatur napasnya yang masih terengah-engah.
Tiara merasa bersalah kepada Wina. Kalau bukan karenanya, Wina nggak akan mengalami kejadian seperti ini. “Maafin aku, Win! Seharusnya kamu sudah ada di rumah sekarang.”
“Nggak apa-apa kok. Nggak usah erasa bersalah gitu dong!” Wina menepuk pelan pundak Tiara.
“Kalian berdua ngapain di situ?” tanya ibu tiba-tiba muncul.
Tiara dan Wina sama-sama menoleh kaget. Tiara pun memperkenalkan Wina kepada ibu. Tiara lalu menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya dan Wina. Tiba-tiba ibu tertawa terbahak-bahak. Tiara dan Wina sama-sama bingung melihat ibu. Ibu segera menghentikan tawanya dan menceritakan cowok berkacamata itu pada Tiara dan Wina. Tiara tertegun mendengarnya. Rupanya cowok berkacamata yang selalu mengikutinya itu adalah orang gila. Dia gila karena gagal menikah dengan cewek yang di sukainya. Semua cewek yang dilihatnya pasti akan diikutinya dan di paksa menikah dengannya.
Wina tak kuasa menahan tawanya. “Jadi selama ini yang ngikutin kamu itu ternyata orang gila,” ucap Wina lalu kembali tertawa.
“Seharusnya kamu memberi tahu Ibu, Tiara. Jadi Ibu bisa meminta Ayah untuk antar jemput sekolah,” ucap ibu menahan tawa.
Wajah Tiara seketika memerah karena menahan malu. Setidaknya mulai besok, ia tak akan bertemu lagi dengan cowok berkacamata itu.

TAKE MY HEART BLURB Bunga mawar adalah salah satu bunga yang disukai banyak orang, terutama oleh para cewek. Selain karena bentuknya yan...