COKELAT
Mata
Zahra tak pernah lepas dari seorang cowok bernama Rafda. Setiap hari, tatapan
matan matanya selalu tertuju pada segala gerak-gerik Rafda. Sejak pertama kali
sekelas dengannya, perhatian Zahra memang hanya tertuju pada Rafda. Kemana pun
Zahra berada, bayangan Rafda selalu saja menghantui pikirannya.
Sudah beberapa kali Zahra melihat Rafda terus menatap
ke arahnya. Ia lalu menyunggingkan senyumnya yang manis ke arahnya. Tanpa ragu,
Zahra langsung membalas senyumannya dengan menyunggingkan senyuman yang
dibuatnya semanis mungkin. Tatapan dan senyuman Rafda selalu berhasil membuat
detak jantung Zahra berdegup tak normal.
“Lihatin aja terus!” tegur Citra dengan suara yang
mengagetkan. Pikirannya yang menjelajah pun dipaksa kembali ke dunia nyata.
“Apaan sih, Cit? Siapa juga yang lihatin dia?” kilah
Zahra dengan wajah yang merona.
“Nggak usah bohong deh! Mulai tadi mata kamu hampir
copot lihatin Rafda terus. Udah deh, samperin sana orangnya!” celoteh Citra.
Citra, sahabat Zahra sangat paham dengan tingkah
Zahra. Sudah beberapa kali Citra eminta Zahra untuk segera menyatakan
perasaannya pada Rafda. Lagi-lagi Zahra hanya mengendikkan bahu, tak tahu harus
berbuat apa kepada Rafda.
“Hoi!
Bengong lagi! Nggak bosan apa bengong terus?” ucap Citra ketus.
Wajahnya
seketika merona saat matanya tak sengaja bertatapan dengan mata Rafda yang
sedang menatapnya.
Melihat
hal itu, Citra menghela napas panjang melihat tingkah Zahra yang tak
bosan-bosannya menatap Rafda.
***
Pagi ini langit terlihat cerah. Satu per satu mulai
memasuki kelas. Zahra dan Citra sudah duduk tenang di kelas. Mereka tampak
asyik mengobrol. Kedua mata Zahra seketika terpaku pada Rafda yang melangkah
memasuki kelas. Tiba-tiba saja Rafda berjalan menuju bangku Zahra dan Citra.
Zahra sangat terkejut melihat Rafda yang kini berdiri
tepat di hadapannya. Hatinya sangat senang. Jantungnya pun berdetak sangat
cepat. Bagaimana tidak senang, cowok yang selama ini selalu dipandangnya dari
jauh, kini berhadapan langsung dengannya dengan jarak yang begitu dekat.
Rafda tiba-tiba mengeluarkan cokelat dari dalam
tasnya. Terlihat jelas
Rafda gugup dan gelisah. Zahra sendiri pun dibuat deg-degan karenanya.
“Aku suka sama kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?”
tanya Rafda yang kini menampilkan senyum malunya. Ia lalu menyerahkan cokelat
yang dipegangnya kepada Citra.
Kedua bola mata Zahra terpaku menatap pemandangan yang
ada di depan matanya saat ini. Hati
Zahra terasa sangat sakit, rasanya seperti tersayat-sayat pisau. Kini ia tau
hati Rafda ditujukan kepada kepada siapa. Ternyata selama ini tatapan matanya
bukan ditujukan kepada Zahra, melainkan kepada Citra sahabatnya yang duduk di
sebelah bangkunya.
Citra terdiam. Tak ada satu pun kata yang keluar dari
mulutnya. Terlihat jelas di mata Zahra, Citra sangat kebingungan. Ia sama
sekali tak menyangka kalau selama ini Rafda menyukai Citra. Ternyata selama
ini, tatapan matanya tak mengarah pada Zahra, melainkan kepada Citra yang duduk
di sebelahnya.
“Rafda, terima kasih atas kejujuranmu padaku. Aku
minta maaf! Aku benar-benar bingung sekarang. Aku nggak tau harus jawab apa,”
jawab Citra bingung sekaligus merasa bersalah.
Zahra tak bisa berbuat apa-apa. Ia tak berhak
menyalahkan Citra. Rafda memang sosok sempurna di mata Zahra, tai rupanya
perasaan Zahra tak disambut baik oleh Rafda.
“Sebaiknya kalian berdua jadi teman akrab dulu! Selama
ini kalian nggak pernah ngobrol berdua kan, jadi menurutku kalian berdua
pendekatan aja dulu,” saran Zahra tiba-tiba.
“Tapi, Zahra...,” ucap Citra tambah bersalah.
“Aku nggak apa-apa. Kalian kutinggal dulu, mumpung
belum masuk kelas!” ucap Zahra lalu beranjak pergi meninggalkan Citra dan
Rafda.
Zahra sengaja
meninggalkan Citra berduaan dengan Rafda di kelas. Hatinya terasa sakit melihat
mereka. Tapi apa yang bisa diperbuat, ia hanya bisa mengikhlaskan perasaannya.
Ia tak tak bisa memaksakan perasaannya pada Rafda. Ia berharap suatu hari
nanti, ia akan mendapatkan cokelat manis dari orang yang menyayanginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar