“Yes.
Selesai juga!” seru Irma. Ia tersenyum bangga melihat brownis yang dibuatnya
tak gagal lagi.
“Wah,
kayaknya enak tuh! Mama boleh coba nggak?” ucap mama tiba-tiba muncul dari
balik pintu dapur.
Irma
menoleh kaget begitu mendengar suara mama yang datang menghampirinya. “Boleh
dong, Ma. Aku juga ingin tau, brownis buatanku kali ini enak atau enggak,”
lanjut Irma antusias.
Mama langsung duduk dan
mencomot brownis buatan Irma di piring. “Ini enak banget, Ir! Nih brownis kalau
dijual pasti laku banget,” ucap mama dengan mulut yang hampir penuh dengan
brownis.
Irma tersenyum malu
mendengarnya. Akhirnya ia bisa juga membuat brownis. Ia tak sabar memberikan
brownis yang susah payah ia buat selama ini untuk Aldi di ulang tahunnya nanti.
Dari gosip-gosip yang di dengarnya di sekolah, Aldi sangat menyukai brownis.
Karena itulah, selama ini Irma rela belajar membuat brownis.
***
Pagi-pagi sekali Irma sudah
berada di sekolah. suasana di sekolah masih sangat sepi, hanya terlihat
beberapa murid yang mengisi keheningan sekolah. kedua kakinya melangkah cepat
menuju kelas. Sebuah senyuman sejak tadi tak henti-hentinya terukir manis di
bibirnya yang mungil. Sesekali matanya menatap kotak hijau yang ia genggam
erat-erat di kedua tangannya. ia sudah tak sabar memberikan brownis buatannya
kepada Aldi.
Irma sering melihat Aldi
berangkat pagi-pagi sekali. Aldi memang cowok populer di sekolahnya, bukan
karena dikaruniai wajah yang tampan, tapi karena kepintaran yang sering membuat
bangga sekolah. Karena hari ini adalah ulang tahun Aldi, Irma sengaja berangkat
pagi-pagi sekali untuk memberikan brownis buatannya yang terbungkus rapi dalam
kotak hijau.
Irma tak lantas menuju
kelasnya. Matanya tertuju pada sebuah kelas. Kelas XI IPA 1 yang berada di sebelah
kelasnya. Sejak tadi jantungnya terus berdegup cepat, melebihi kecepatan
normal. Ia pun berusaha mengatur napasnya, berharap agar degup jantungnya
kembali normal.
Irma sudah berada tepat di
depan kelas XI IPA 1. Matanya menatap ruangan kelas yang sepi. Benar dugaannya,
Aldi sudah duduk tenang di bangkunya. Tapi, bukan kebahagiaan yang di dapatnya.
Ia tampak sangat terkejut. Di sebelah Aldi, ada Lina yang duduk menemani Aldi
di sebelahnya. Terlihat di matanya, Lina dan Aldi begitu mesra. Lina menyuapi brownis
yang ada di atas mejanya kepada Aldi.
Irma sungguh schok melihat Aldi dan Lina berduaan. Irma tak tahan lagi
melihatnya. Ia langsung pergi meninggalkan mereka.
***
Di kelas yang sepi, Irma
duduk termenung seorang diri. Semua penghuni kelas sudah dalam perjalanan
menuju rumah. ia sangat sedih. Hatinya benar-benar hancur sekarang. Sudah tak
ada harapan sama sekali untuknya. Sekarang Aldi sudah memiliki pacar. Ia sadar
kalau Lina lebih cantik dan supel bergaul, berbeda sekali dengan dirinya yang
kuper. Ia hanya bisa mengikhlaskan perasaannya dan melupakan rasa sukanya
kepada Aldi.
Aldi
tiba-tiba datang menghampirinya. Kedua mata Irma hampir copot melihat Aldi yang
tiba-tiba datang menghampirinya. Beberapa kali Irma mencubit tangannya,
berharap ini bukanlah mimpi yang selalu diinginkannya.
“Auuugh.”
Irma mengusap-usap tangannya yang kesakitan.
“Kamu
nggak mimpi kok. Aku ke sini ingin mengambil kadoku,” ucap Aldi tersenyum.
“Kado? Kok bisa kadomu di
sini?” tanya Irma bingung.
Aldi mengambil kotak hijau
yang ada di depan Irma. Aldi membuka pelan-pelan kotak itu dan memakan brownis
yang ada di dalamnya. “Ini brownis buatanmu? Enak banget.”
Irma mengangguk malu.
Wajahnya seketika merona. Ia sama sekali tak menyangka Aldi mau memakan brownis
buatannya.
“Aku suka sama kamu. Selama
ini aku selalu melihat kamu, tapi setiap kali aku ingin mendekati kamu, kamu
selalu menghindar. Aku bersyukur, gara-gara kartu ini, aku jadi tau perasaanmu
yang sesungguhnya padaku,” ucap Aldi lalu menunjukkan kartu hijau.
“Ini... dari mana kamu dapat
kartu ini?” tanya Irma terkejut sekaligus malu.
“Tadi terjatuh waktu kamu
pergi. Kamu pasti salah
paham soal aku dan Lina pagi tadi. Aku sama Lina nggak punya hubungan apa-apa,”
jelas Aldi.
“Tapi, kalian berdua
terlihat mesra.”
Aldi tertawa mendengar
perkataan Irma. Aldi segera menghentikan tawanya saat melihat wajah Irma yang
tampak kebingungan. “Mesra katamu! Mesra dari mana? Kalau dia tidak merengek
terus, mana mungkin aku mau disuapin brownis sama dia. Lagi pula aku lebih suka
brownis buatanmu daripada brownis yang di beli Lina di toko kue.” Aldi lalu
menyuapkan brownis ke mulut Irma.
Irma menerimanya dengan
malu-malu. Ia sama sekali tak menyangka perasaannya di sambut baik oleh Aldi. Ternyata
rasa sukanya selama ini tak berbuah pahit seperti pikirannya tadi, tapi terasa
manis seperti brownis yang dibuat spesial untuk pangeran tampannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar